Hijrah Ke Habsyah

Dunia Nabi ~ Gangguan terhadap Muslimin semakin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Pada saat itu Nabi Muhammad saw, menyarankan supaya mereka berhijrah, ketika mereka bertanya kepadanya ke tempat yang mana mereka akan pergi, mereka diberi nasihat supaya pergi ke Habsyah (Abesinia) yang rakyatnya menganut agama Nasrani, Nabi berkata, “Tempat itu diperintah oleh seorang raja yang bijaksana. Disana tidak ada orang yang dianiaya. Habsyah adalah tempat yang aman, suatu saat nanti Allah akan membukakan jalan untukl kita semua.


Pada saat itu, sebagian kaum Muslimin berangkat ke Habsyah untuk menghindari gangguan dan tetap berlindung kepada Allah dengan mempertahankan agama. Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah, Hijrah yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat orang perempuan dengan sembunyi-sembunyi, mereka keluar dari Mekkah untuk mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah perlindungan Raja Najasyi.

Mendengar kaum muslim melakukan hijrah ke Habsyi, kaum kafir Quraisy Mekkah merasa tidak senang. Kemudian mereka mengutus dua orang untuk menemui Raja Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga untuk meyakinkan Raja Najasyi, agar dapat mengembalikan kaum muslim itu kembali tanah air mereka.

Pada waktu itu penduduk Habsyah dan penguasanya adalah orang-orang Nasrani, dari segi agama, orang-orang Quraisy tidak khawatir bahwa mereka akan mengikuti Muhammad.

Kaum kafir Quraisy menganggap bahwa perlindungan yang diberikan oleh Raja Najasyi terhadap kaum muslim akan membawa pengaruh kepada penduduk jazirah Arab, sehingga mereka akan mau menerima agama Muhammad dan mau menjadi pengikutnya. Selain itu mereka khawatir jika kaum muslim menetap di Habsyah, kaum muslim akan bertambah kuat. Akibatnya apabila nanti kaum muslim pulang kembali, kaum muslim akan dapat membantu Muhammad saw, dengan kekuatan, harta dan tenaga.

Kedua orang utusan dari kaum Quraisy ini ialah Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabiah. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana, mereka mepersembahkan hadiah-hadiah dengan tujuan supaya Raja Najasyi mau mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekkah kepada kaum Quraisy.

“Paduka Raja, “ kata kedua utusan itu. “Mereka yang datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu, mereka meninggalkan agama nenek moyangnya dan tidak pula menganut agama Nasrani. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka.

Baca juga: Nabi Muhammad Yang Menjauhi Kesenangan Duniawi

Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka, dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka berkenan mengembalikan orang-orang itu kepada kami. Kami lebih mengetahui betapa orang-orang ini mencemarkan dan mencaci-maki agama nenek moyang kami.”

Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan. Para pembesar kerajaan telah menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekkah dengan tujuan membantu usaha untuk mengembaliakan kaum muslim itu kepada pihak Quraisy. Akan tetapi pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui oleh raja.

Namun demikian, baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak kaum muslim. Kemudian kaum muslim diminta untuk datang menghadap raja.

Sang Raja bertanya, “Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku atau agama lain?”

Pada saat ini, kaum muslim diwakili oleh Ja’far bi Abu Thalib. Ja’far berkata, “Paduka Raja, pada saat itu kami adalah masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan.

Segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat dan bertengkar dengan tetangga. Orang yang kuat menindas orang yang lemah, demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang Rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya. Dia adalah seorang yang jujur, dapat dipercaya, dan bersih. Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan nenek moyang kami menyembahnya. 

Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berlaku jujur, serta mengadakan hubungan keluarga dengan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak yatim piatu, atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih. Ia meminta kami untuk menyembah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya.

Selanjutnya disuruhnya kami melakukan shalat, berzakat dan berpuasa., kami pun membenarkan aturan-aturan dalam ajaran Islam, kami menuruti segala yang diperintahkan oleh Allah. Kemudian yang sembah hanyalah Allah yang Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga.

Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Oleh karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menghasut supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala  supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu.

Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami mereka menghalang- halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar pergi ke negeri tuan ini. Tuan jugaalah yang menjadi pilihan kami, senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan di sini tidak akan ada penganiayaan.

“Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat tuan-tuan bacakan kepada kami ?” tanya Raja itu lagi.

“Ya.” Jawab Ja’far, kemudian ia membacakan Surat Maryam dari pertama sampai pada firman Allah. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya, mereka berkata; “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan ? Berkata Isa; “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikan Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia  menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada, dan Dia  memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS  Maryam ayat 29-33).

Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam kitab Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut, Mereka berkata; “Perkataan yang keluar ini berasal dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Nabi Isa as.” Raja Najasyi lalu berkata, “Perkataan ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber yang sama. Raja Najasyi pada utusan Quraisy. Tuan-tuan, kami tidak akan menyerahkan mereka kepada tuan-tuan !”

Baca juga Kisah sebelumnya : Berakhirnya Pemboikotan Terhadap Bani Hasyim

Baca juga Kisah selanjutnya : Tahun Kesedihan Nabi Muhammad

Keesokkan harinya Amr bin Ash kembali menghadap pada Raja, dia berkata, ”Kaum Muslim mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Maryam. Panggillah mereka dan tanyakan apa yang mereka katakan itu.”

Setelah kaum muslim datang, Ja’far berkata, “Tentang dia (Nabi Isa as) pendapat kami seperti yang dikatakan oleh Nabi kami. Dia adalah hamba Allah dan Utusan-Nya, Ruh-Nya dan firman-Nya yang disampaikan kepada Perawan Maryam.”

Raja Najasyi kemudian mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya diatas tanah, dengan gembira sekali baginda berkata, “Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya lebih dari garis ini.”

Setelah mendengar penjelasan dari kedua belah pihak. Raja Najasyi mengambil kesimpulan bahwa kaum muslim itu mengakui Isa, mengenal adanya Nasrani, dan menyembah Allah.

Selama di Habsyah, kaum muslim merasa aman dan tenteram, ketika kaum muslim di Habsyah mendengar kabar bahwa kaum muslim di Mekkah sudah selamat dari gangguan kaum Quraisy, beberapa di antara mereka pun kembali pulang.

Akan tetapi, ketika kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari kaum Quraisy melebih dari  yang sebelumnya, mereka pun kembali lagi ke Habsyah. Hijrah yang kedua ini terdiri dari delapan puluh orang pria tanpa kaum perempuan dan anak-anak, mereka tinggal Habsyah hingga sesudah Nabi hijrah ke Yatsrib (Madinah).

“Barang siapa yang mengetahui bahasa sesuatu kaum, niscaya dia akan terlepas dari tipu daya kaum itu” (Peribahasa Arab).

Oleh Sugiasih, S.Si.


loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Hijrah Ke Habsyah Silahkan baca artikel Dunia Nabi Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Hijrah Ke Habsyah Sebagai sumbernya

0 Response to "Hijrah Ke Habsyah"

Post a Comment

Kisah Nabi Lainnya