Meninggal Seperti Cacing Di Kasih Garam ~ Apakah Anda pernah melihat cacing yang dikasih garam? Bagaimana keadaannya? Ketika dikasih garam, cacing akan menggeliat kesakitan. Geliat cacing itu tak akan pernah berhenti hingga hembusan nafas terakhirnya. Demikianlah keadaan jenazah berikut ini. Menurut saksi, sebelum meninggal dunia menggeliat-geliatkan tubuhnya karena kepanasan dan rasa sakit yang dideritanya. Beberapa kerabat yang berusaha menenangkannya tak kuasa menahannya hingga ajal kemudian merenggutnya. "Punggungnya juga gosong seperti terbakar," ujar saksi.
Sebut saja namanya Durga. Dia lelaki berusia 35-an tahun. Kulitnya sawo matang, berwajah oval, dan tinggi besar. Masih muda, tapi ia sudah menikah dua kali. Istri pertamanya dari Aceh. Sang istri meninggalkannya karena tidak tahan dengan gaya hidupnya yang "semau gue". Artinya meski sudah menikah ia masih merasa seperti seorang bujang. Tidak mau bekerja dan pulang sering larut malam. Karena ia masih senang nongkrong dengan teman-temannya.
Pernikahan pertamanya itu tidak membuahkan seorang anak. Kali ini ia dikarunia seorang anak yang masih balita, usia belum genap setahun. Ketika menikah lagi. Durga sebenarnya sudah mengubah kebiasaan buruknya. Ia pun sudah menjadi lelaki yang lebih bertanggung jawab. Ia bekerja sebagai pemungut sampah diperumahan. Hingga meninggal. Durga mengangkat sampah-sampah di dua cluster di sebuah perumahan elit di Bogor.
Dalam menjalankan pekerjaannya, Durga menggunakan mobil yang ia sewa dari pamannya yang lumayan kaya. Untuk meringankan pekerjaannya, ia melibatkan dua karyawan. Ia yang bertugas menyetir dan karyawan-karyawan itu yang bertugas mengangkat sampah-sampah dari tempatnya ke mobil lalu dibuang ke tempat pembuangan sampah semacam Bantar Gebang. Demikian pekerjaan Durga hingga ia meninggal dunia.
Masih Suka Mabuk dan Tak Shalat
Hanya saja kebiasaan buruk yang satu ini masih belum ditinggalkan oleh Durga. Menurut saksi, ia masih sering mabuk. Apalagi, kalau setelah gajian, uang itu langsung ia gunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Kalau sudah mabuk, ia seringkali pulang larut malam. Padahal saat itu kondisi istrinya sedang hamil dan membutuhkan kehadirannya di rumah. Namun kebiasaan buruk itu tak bisa hilang darinya. Bahkan hal itu terus berlangsung hingga istrinya melahirkan. Kalau dinasehati oleh keluarganya, "Ga, ngapain si lu mabuk terus?"
Jawaban Durga ringan sekali "Ngilangin steres." "Kenapa sih kamu steres melulu?" Tanya kerabatnya lagi. "Pusing, gak punya duit" jawabnya ketus.
Rupanya, yang membuat pusing Durga adalah karena ia tak punya uang yang banyak. Gajinya dari usaha memungut sampah di perumahan elit tak cukup membuatnya bahagia. "Jelas saja, uangnya lu pakai untuk mabuk-mabukan terus." terang kerabatnya.
Tapi dasar si Durga, ia tak pernah mau mendengarkan nasehat kerabatnya. Sudah tahu ia tak cukup punya uang, sekali punya ia gunakan untuk mabuk-mabukan. Pantas saja, jika uangnya selalu habis dan tak cukup pula untuk menghidupi keluarganya. Namun satu hal lagi yang menjadi catatan hitam Durga adalah ia jarang sekali shalat. Jangankan shalat sunnah, shalat wajib saja jarang ia lakukan. Memang keluarganya tak memiliki tradisi kuat dalam beragama. Shalat seperti bukan kewajiban bagi mereka. Alasan klasik sering kali menjadi penguat tindakan mereka seperti "Orang yang shalat saja banyak yang nyuri, korupsi, merkosa orang dan sebagainya.
Bisa jadi alasan tidak shalat inilah yang membuat istri pertamanya meninggalkannya. Sebab istri pertamanya dari Aceh. Dan kita tahu, bahwa orang-orang Aceh biasanya sangat taat dalam menjalankan agamanya Wallahu a'lam bil-shawab!
Sakit Typus
Akibat kebiasaan hidupnya yang buruk, rupanya Durga seringkali jatuh sakit. Suatu kali ia terserang penyakit typus. Tubuhnya sangat panas Trombositnya juga turun drastis hingga mencapai dibawah 100. Batas normal trombosit seseorang adalah 150. Tapi trombosit Durga jauh dibawa itu. Biasanya ini adalah gejala terkena Demam Berdarah (DBD). Selain itu, leukosit (sel darah putih)-nya juga turun mencapai 3,7 dari batas normal sekitar 4,0. Durga pun dirawat di rumah sakit. Ia diinfus selama tiga hari. Akhirnya, panasnya turun dan ia pun divonis sembuh dan diperbolehkan untuk pulang ke rumah.
Namun, dokter berpesan agar Durga tak boleh mandi dulu. Di khawatirkan, akan kambuh lagi. Sebab orang yang terkena typus biasanya masa pemulihannya agak lama, bisa sampai setengah bulan. Dasar Durga, rupanya tak mau mendengarkan pesan dokter. Merasa tubuhnya sudah enak, apalagi merasa kegerahan karena selama tiga hari itu ia tak mandi, ia pun langsung mandi sampai di rumah. Melihat Durga mandi, kerabatnya marah-marah. Ia pun ditegurnya. "Dibilang jangan mandi dulu. Kamu bandel amat sih." Tapi Durga malah menjawab seenaknya, "Biarin aja! Mati juga gak papa."
Benar saja. Tidak lama setelah itu Durga merasa tubuhnya tidak enak lagi. Akhirnya typusnya pun kambuh lagi, bahkan kali ini dalam keadaan yang lebih parah. Tubuhnya panas tinggi dan keringat bercucuran dari tubuhnya. Durga pun dibawa ke rumah sakit lagi, ketempat semula. Ia pun diinfus lagi seperti pengobatan awal.
Seperti Cacing Kena Garam
Kondisi tangan Durga dimasuki selang infus. Ia tampak tak berdaya. Terlihat beberapa kerabat menjenguk dan menunggunya. Keadaan Durga kali ini lebih gawat dibandingkan sebelumnya. Kali ini ia tampak pingsan tak sadarkan diri.
Keluarga yang menunggunya harap-harap cemas. Sesuatu bakal terjadi pada Durga. Panasnya semakin tinggi. Keringat bercucuran dari seluruh tubuhnya, jidatnya punggungnya, badannya, tangannya semuanya basah dengan keringat sehingga keluarga mengelapnya dengan kain. Ruangan AC yang dingin tak mampu menghalau keringat itu terus bercucuran dari seluruh tubuhnya.
Sepanjang malam, Durga masih belum siuman. Ia benar-benar telah pingsan. Jam telah menunjukkan pukul 11.00 malam. Keluarga semangkin dibuat panik, pasalnya Durga belum siuman juga dari pingsannya. Ini adalah kejadian aneh pertama kali dialami oleh keluarga Durga. Sejak siang hari dibawa ke rumah sakit belum sadar juga. Pukul 11.30 WIB, Durga sadar dari pingsannya. Namun tak lama kemudian Durga mengejang. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan terkena garam.
“Panas-panas...!!! Durga berteriak-teriak cukup keras. Keluarga panik hingga memanggil dokter. Dokterpun datang dan segera melakukan tindakan. Namun Durga terus menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Ia terus berteriak. Akhirnya tubuhnya Durga pun mengejang. Tak lama kemudian ia pun meninggal dunia. Ia meninggalkan keluarga yang mengasihinya. Meninggalkan istri tercinta dan anak semata wayangnya yang masih kecil.
Keluarganya marah kepada dokter kenapa Durga tak bisa diselamatkan. Dalam pandangan keluarga seharusnya Durga bisa diselamatkan karena hanya typus biasa. Sebab sebelumnya juga Durga terbiasa dengan penyakit itu dan akhirnya bisa sembuh. Tapi kenapa kali ini tak bisa sembuh, bahkan ia meninggal dunia.
Dokter sudah menjelaskan bahwa urusan kematian seseorang adalah hak Tuhan. Jika Tuhan sudah berkehendak, maka apapun yang dilakukan manusia tak ada gunanya. Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin. Kalau akhirnya ia meninggal dunia, berarti sudah takdir Tuhan.
Keluarga akhirnya mengerti Jenazah Durga pun dibawa pulang dan kemudian dikuburkan besok harinya. Demikian kisah kematian cukup tragis tentang seseorang yang tidak shalat dan suka mabuk. Ia meninggal kepanasan seperti “cacing dikasih garam” menggeliat-geliat. Sebagai sesama muslim, kita hanya bisa berharap dan berdoa semoga amal kebaikannya diterima Allah dan dosa-dosanya diampuni oleh-Nya Amin ya Rabbal 'Aalamin.
Oleh Eep Khunaefi Dalam Majalah Hidayah
loading...
0 Response to "Meninggal Seperti Cacing Di Kasih Garam"
Post a Comment