Dunia Nabi ~ Situasi yang amat sulit dihadapi oleh Zainab. Suaminya, Abul-Ash bin Rabi’, telah berangkat bersama kaum kafir Quraisy ke Badar untuk memerangi Nabi SAW dan kaum Muslimin. Zainab ingin ayahnya menang, tetapi ia tak ingin beliau berhadapan dengan suaminya. Kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan di antara mereka yang ditawan adalah suami Zainab. Kemenangan kaum muslimin telah diketahui oleh Zainab. Ia pun kemudian tahu bahwa suaminya ditawan. Suaminya ini seorang yang berharta dan keluarganya ingin membayar tebusan yang mahal. Tetapi Zainab hendak menebusnya sendiri dengan sesuatu yang lebih mahal dari pada harta.
Para tawanan Badar kemudian digiring ke Madinah. Rasulullah memperhatikan mereka satu persatu. Beliau sisihkan menantunya, Abul-‘Ash, dari para tawanan itu, lalu yang lainnya beliau bagi-bagikan kepada para sahabat, beliau mengatakan, “Perlakukanlah para tawanan dengan baik.” Tinggallah Abul-Ash berada dalam pengawasan Nabi SAW sampai datang para utusan kaum Quraisy untuk menebus mereka. Mereka memberikan harga tinggi untuk menebus sehingga ada seorang perempuan yang bertanya berapa harga tertinggi untuk menebus seorang Quraisy, lalu dikatakan kepadanya, “Empat ribu dirham”. Maka ia berikan seharga itu untuk menebus anaknya, suaminya, atau ayahnya.
Zainab ingin pula menebus suaminya. Maka ia utus ‘Amr bin Rabi’ menghadap Nabi SAW dan mengirimkan sebuah kantung yang tak diketahui oleh Amr apa isinya. ‘Amr, saudara Abu-Ash, menghadap Nabi dan mengatakan, “Zainab binti Muhammad mengutus saya membawa ini untuk menebus suaminya, yang tak lain adalah saudara saya, Abul-‘Ash bin Rabi’. Kemudian ia keluarkan kantung dari balik pakaiannya dan ia serahkan kepada Nabi. Ternyata di dalamnya terdapat kalung akik dari Zhufar, suatu negeri di Yaman. Saat melihatnya, Nabi SAW sangat terharu. Ia yakin, kalung itu adalah milik Khadijah. Ingatannya kembali Ke Mekkah, tempat jenazah Khadijah dikuburkan di Hujun. Juga teringat oleh beliau hari-hari saat Khadijah bersama beliau mengalami ujian-ujian yang sangat berat tapi tetap sabar bersamanya dan bahkan mendorong beliau untuk terus bersabar menghadapi kekerasan dan siksaan kaumnya.
Kalung itu adalah milik Khadijah yang dihadiahkan kepada putrinya, Zainab, pada hari perkawinannya ketika ia dibawa ke tempat Abul-Ash, putra bibinya, Halah. Para sahabat menunduk tertegun. Situasinya sangat mengharukan. Kalung sang istri, sang kekasih, yang telah pergi, dikirimkan oleh sang putrid untuk menebus suaminya, yang sangat ia cintai. Zainab ingin membangkitkan perasaan ayahnya dengan kenangan yang mulia terhadap dirinya dan diri Khadijah. Dengan kalung Ibunda yang telah pergi itu, Zainab mencoba untuk membebaskan suaminya. Setelah beberapa saat terdiam, Nabi berkata sebagai seorang ayah, yang penyayang, dan seorang Nabi, yang pengasih, “Jika kalian berpendapat bahwa suaminya yang ditawan itu dapat dibebaskan dan kalungnya dikembalikan kepadanya, lakukanlah”.
Para sahabat menjawab, “Ya, Rasulullah”. Rasulullah SAW kemudian menyuruh Abul-Ash, yang tentu juga sangat terharu dengan situasi itu, agar mendekat kepada beliau. Kemudian beliau membisikkan kepadanya sesuatu yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Abul-‘Ash mengangguk, tanda setuju. Setelah itu ia mengucapkan salam hormat lalu beranjak pergi. Setelah ia jauh, Rasulullah SAW menoleh kepada para sahabat yang berada di sekitar beliau. Beliau memuji Abul’-Ash dengan mengatakan, “Demi Allah, kami tidak pernah mencelanya sebagai seorang menantu”. Zainab selalu menanti suaminya yang pergi. Ia adalah istri yang terbaik. Ketika ia berpikir untuk menebusnya, ia tebus suaminya dengan barang termahal yang ia miliki. Dengan ini ia ingin memberikan contoh yang nyata bagi kaum mukminat dalam memperhatikan suami.
Pada saat itu Abul-‘Ash berangkat sebagai seorang musyrik yang berperang melawan kaum muslimin. Tetapi Zainab melihat, suaminya ini memiliki akhlak Islam dan bahwa Ia dekat dengan Islam. Karena itu ia berpikir bahwa dengan berbagai cara ia harus melindungi suaminya. Abul’-Ash pun tiba di tempat istrinya. Zainab pun meloncat kegirangan. Ia menyambutnya dan mengucapkan selamat kepadanya. Kemudian ia bersyukur kepada Allah, yang telah mengembalikan suaminya dengan selamat. Dengan penuh kerendahan dan sambil menangis ia pun memohon kepada Allah agar memberinya petunjuk dan membukakan hatinya agar mau memeluk Islam. Tetapi kemudian Zainab melihat kesedihan di wajah suaminya. Zainab bertanya apa yang terjadi padanya. Ia berusaha untuk menyenangkannya dari apa yang menimpanya.
Zainab ingat saat suaminya tetap mempertahankannya dan menetang orang-orang Quraisy yang meminta para menantu Rasulullah untuk mengembalikan anak-anak beliau kepada beliau untuk menyibukkan beliau dengan mereka dari pada urusan dakwah. Kepada suami saudara Zainab, yakni suami Ruqayyah sebelum menikah dengan Ustman dan suami Ummu Kultsum, mengembalikkan istri-istri mereka kepada ayahnya. Sedangkan Abul-Ash dengan tegas menolak. “Demi Allah, aku tidak akan menceraikan istriku. Tidak ada wanita lain dari kaum Quraisy yang dapat menggantikan istriku”.
Sumber : Al Kisah No. 23
loading...
0 Response to "Kisah Zainab RA"
Post a Comment