Nailah, Muslimah Yang Mengerti Betul Apa Itu Cinta

Dunia Nabi ~ Muslimah bebas mencintai siapapun dengan syarat iffah (penjagaan diri), muru’ah (kehormatan diri) serta tidak melupakan selendangnya dan sifat malu.

Ilustrasi
Aku sudah tua, kepalaku  tak lagi dipenuhi rambut, terang lelaki bersahaja kepada seorang wanita cantik lagi jelita di dekatnya memastikan kesungguhan wanita itu menerima pinangannya.

Ketahuilah aku adalah wanita yang menyukai lelaki mulia yang sudah tua, dan sungguh usiamu telah kau habiskan bersama sebaik-baik manusia.

Hari itu, adalah  hari di mana Naila binti Al-Farofishoh, seorang gadis yang berasal dari satu kabilah yang menempati sahara di antara Syam dan Jazirah Arab, kabilah yang terkenal dengan kefashihan bahasa dan keberanian, dipinang oleh seorang lelaki mulia sang dermawan yang menghabiskan usianya di jalan kemudian, seorang Amirul Mukminin yang bergelar dzunuroin, Utsman bin Affan.

Hari itu beliau telah berada di angka 80 tahun lebih dari usianya, sedangkan Nailah baru memasuki 18 tahun. Pautan angka usia yang begitu jauh, tak menyurutkan Nailah untuk menerima pinangan Utsman sebagai suaminya.

Kemuliaan yang dimiliki Utsman lebih menarik hatinya dari pada usianya, Nailah menjadi isteri terakhir beliau menemani beliau di masa fitnah.

Nailah dan khalifah Utsman dikarunia tiga orang putri, sebagaimana biografinya yang tertulis dalam kitab Al-mausuu’ah Al Arobiyah.

Kesetiaannya pada suami tak tertandingi kisah kesetiannya dapat kita lihat ketika para pemberontak di tahun 35 H memasuki rumah Utsman tanpa izin. Mereka melompati dinding rumahnya Utsman dan Nailah sedang mengaji ketika para pemberontak telah berhasil memasuki rumah. Mereka mengarahkan pedang ke arah Utsman untuk membunuhnya.

Seketika Nailah berteriak dan melepas jilbabnya demi untuk menjaga suaminya. Nailah melepaskan jilbabnya agar para pemborontak itu merasa malu dan pergi meninggalkan mereka.

Tapi Utsman menyuruhnya kembali untuk mengenakan jilbabnya dan membiarkan para pemborontak itu mengarah kepadanya. Nailah menjatuhkan tubuhnya di depan Utsman, menahan pedang-pedang pemberontak menyentuh tubuh suaminya, jari-jarinya pun tertebas dari pedang mereka dan berhasil membunuh suaminya di depan matanya.

Kesetiaan Nailah tak berhenti sampai di situ saja. Saat Utsman telah tiada Kekhalifahan telah berganti, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan memimpin, dia melamar janda Utsman itu. Namun Nailah yang merasa bahwa Muawiyah tertarik dengan kecantikan wajahnya, enggan mengisi hatinya dengan cinta lain sesudah Utsman.

Ia pun melukai pipinya, agar bekas-bekas luka itu mengaburkan kecantikannya, agar tak ada lagi lelaki yang ingin memperistrikannya.

Apa yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari perjalanan cinta Nailah pada sahabat Utsman.
Pertama, Nailah sungguh dewasa memaknai kata cinta. Ia menerima pinangan sahabat Utsman bin Affan bukan karena ketampanan wajah, keperkasaan, kekayaan, ataupun rayuan yang seringkali menjadikan wanita terbuai.

Cintanya ia bangun di atas kemuliaan, ia ingin meneguk keberkahan dari orang-orang pilihan Allah yang pernah mendampingi, perjuangan Nabiullah  Muhammad dalam menegakkan risalah kenabian.

Tujuan mulia itu ia jaga agar keberkahan, persahabatan Utsman RA tetap ia dapatkan, ia rela kehilangan jemari tangan demi menjaga suaminya dari tangan kotor pemborontak.

Kedua, Nailah sadar akan kecantikan wajahnya, ia tidak ingin lelaki yang memperistrikannya karena sebab kecantikan. Maka ketika Muawiyah meminangnya, ia melukai wajahnya untuk menguji apakah ketika wajahnya telah cacat, Muawiayah masih ingin memperistrikannya.

Ketiga, Tak cukup hanya cinta menyebabkan kesetiaan Nailah sempurna. Pasti ada sebab hingga kesetiaan itu tak memiliki celah untuk dilanggar. Satu kalimat pembuka yang Utsman katakan pada Nailah, tidak memaksanya untuk menerima pinangannya, memberinya  janji untuk tetap menjaga alasan cintanya.

Maka ketika Nailah menerima, memberi jawaban atas pertanyaannya memastikan bahwa sebab cintanya pada Utsman adalah kemuliaannya, karena telah hidup bersama Rasulullah, menolong dakwah dan menyebarkan kebenaran Islam.

Utsman terus menjaga kemuliaan itu tetap ada pada dirinya. Dia menjaga Nailah, memuliakannya sesuai tuntunan Rosul-Nya. Bukti itu dapat kita lihat saat Nailah melepas jilbabnya untuk menghalau para pemberontak. Utsman marah dan menyuruhnya memakai jilbabnya kembali, sembari berkata,”Demi Allah, masuknya mereka ke sini tak sebanding dengan kehormatan rambutmu.”

Kisah ini mengajarkan kepada muslimah agar memaknai cinta dengan benar. Cinta bukanlah getaran rasa yang timbul karena paras ayu dan jenggot rapi, tutur Salim A Fillah. Muslimah bebas mencintai apapun dan siapapun, namun dengan syarat kemuliaan, iffah (penjagaan diri) dan muru’ah (kehormatan diri) serta tidak melupakan selendang indah wanita, yaitu sifat malu.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Nailah, Muslimah Yang Mengerti Betul Apa Itu Cinta Silahkan baca artikel Dunia Nabi Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Nailah, Muslimah Yang Mengerti Betul Apa Itu Cinta Sebagai sumbernya

0 Response to "Nailah, Muslimah Yang Mengerti Betul Apa Itu Cinta"

Post a Comment

Kisah Nabi Lainnya