Kisah Sedekah Tukang Tambal Ban Menjadi Anak Gedongan ~ Pedagang yang satu ini sering kena oprakan karena jualan di lapak pinggir jalan. Kini, ia berubah menjadi pengusaha yang mapan. Semuanya berkah sedekah.
Nasib pedagang lapak di pinggir jalan memang penuh duka. Maklum, mereka berdagang di tempat yang rawan penertiban atau penggusuran. Belum lagi, dari sisi keamanan, mereka juga rawan dengan kecelakaan. Apalagi, bagi pedagang lapak yang rata-rata tidak menyewa tempat. Di mana ada lapak (tempat kosong), ya dia berdagang di situ tanpa harus mengeluarkan uang kecuali seperak dua perak untuk keamanan.
Begitu pula yang dirasakan oleh tukang tambal ban yang satu ini. Sebagai tukang tambal ban di pinggir jalan, ia sering kali kena oprakan atau penertiban. Sehingga ia pun harus berpindah-pindah lapak hanya untuk menghindari penertiban tersebut. Keadaan demikian sempat membuatnya frustasi. Bagaimana tidak, dengan modal pas-pasan ia tak mampu menyewa sebuah tempat yang layak. Yang bisa dilakukannya adalah mencari lahan kosong di pinggir jalan dan disitulah ia membuka lapaknya.
Suatu kali, temanya main ke tempat lapaknya. Ketika mereka asyik berbicara, tiba-tiba seorang pengemis berdiri meminta. Si tukang tambal ban merasa terganggu dengan kehadiran pengemis tersebut. Dia menolaknya, dan pengemis itu pun berlalu. Demikian berturut- turut hinggga ada beberapa pengemis yang selalu ditolaknya.
Kawannya bertanya.”Di sini banyak pengemis yang datang ya?” “Wah, kalau dituruti, sehari bisa puluhan orang. Saya selalu menolak mereka. Buat apa mengajari orang malas,” kata si tukang tambal ban itu.
Kawannya diam sejenak. Lalu berbicara. Katakan, sebaiknya jika ada pengemis jangan ditolak. Meskipun serartus perak, berikanlah kepadanya!” Situkang tambal ban tersenyum kecut dan menanggapi dengan sikap dingin. “Pengemis sekarang bukanlah orang yang benar-benar miskin. Di daerahnya, mereka memiliki rumah besar, ternak banyak dan sawah yang luas, Mengemis dibuat sebagai mata pencaharian. Jika menuruti pengemis, bisa bangkrut aku. Sedangkan sejak pagi tak satupun kendaraan yang berhenti untuk mengisi angin ataupun minta ditambal,” ujarnya dengan lirih.
Temannya berusaha nasehati dengan bijak, “Berpikir begitu boleh-boleh saja. Tetapi saya tetap yakin bersedekah itu lebih bermanfaat dan menguntungkan diri sendiri. Aku menggemarkan diri bersedekah sudah beberapa tahun lalu.”
“Kamu berbicara begitu karena memang sudah pantas melakukan sedekah. Penghasilanmu besar, punya mobil dan rumah bagus. Sedangkan diriku, hanyalah seorang tukang tambal ban, tidak lebih dan tidak kurang” ujar tukang tambal ban tidak mau mengalah.
“Aku dulu juga seperti dirimu. Kau tahu kan, kehidupanku compang-camping? Sekarang makan, besok harus hutang ke tetangga. Tetapi aku tidak pernah berhenti bersedekah. Maaf, ini bukan pamer ataupun membanggakan diri, tetapi maksudku berbagi pengalaman dengamu! Setiap ke masjid , aku selalu memasukkan uang meskipun hanya recehan. Setiap ada pengemis datang selalu kuberi jika memang masih ada uang. Tetapi kalau lagi tidak ada, air minum juga sudah sangat senang. Itu kulakukan secara istiqomah. Sungguh ! Aku mengalami sebuah kejadian luar biasa sejak itu. Rezeki-ku sangat lancar. Setiap ada rencana selalu berhasil. Setiap transaksi selalu sukses. Apa saja yang kulakukan selalu membawa berkah hingga kamu lihat sendiri seperti sekarang ini”, kata temannya itu penuh serius.
Si tukang tambal ban tidak segera menjawab. Dia tampaknya sedang berpikir. Temannya lalu berkata lagi. “Memberi sedekah tidak harus kepada pengemis. Kamu bisa mengulurkan tanganmu kepada sanak saudara atau siapa saja asalkan ikhlas.”
“Asal tahu saja, sedekah yang lebih tinggi harganya ialah ketika dirimu dalam keadaan sempit. Jangan menunggu kaya baru bersedekah. Saat sekarang ini kamu harus memulainya,” begitu temannya dengan sangat bijak dan mengena dalam memberikan saran.
Si tukang tambal ban mulai bisa menangkap makna memberi dari kata-kata temannya tersebut. Ia begitu tergugah dengan apa yang dilakukan oleh temannya. Dia tahu betul kondisi temannya itu sebelumnya yang kini berubah menjadi orang sukses. Ternyata, resep semuanya itu adalah sedekah. Berkaca pada kondisi temannya itu, sang tukang tambal ban pun mulai percaya dengan kekuatan sedekah. Sejak itu ia pun mulai menekadkan diri untuk rajin bersedekah.
Keesokan harinya si tukang tambal ban mulai menyediakan uang recehan. Selama uang recehan masih ada, ia tidak pernah menolak pengemis yang datang kecuali jika sudah habis jatahnya baru ia menolaknya. Bahkan, setiap pergi ke masjid dia tidak pernah melupakan sedekkah ke kotak infaq.
Semenjak itu rezekinya lancar. Setiap hari sejak pagi hingga petang sambung-menyambung motor yang berhenti minta ditambalkan ataupun sekadar mengisi angin. Bahkan, dua keponakannya yang menganggur diajaknya untuk membantu pekerjaan itu.
Sekarang, si tukang tambal ban telah memiliki tabungan. Dari tabungannya dia mampu menyewa tempat dan membangunnya meskipun tidak permanen. Sehingga dia kini bisa bekerja dengan tenang karena tidak harus dikejar-kejar oleh polisi pamong praja.
Seiring waktu, si tukang tambal ban tidak hanya melayani jasa menambal atau mengisi angin, tetapi berkembang menjadi sebuah usaha ban kanisir. Bahkan dia mempunyai puluhan pelanggan perusahaan jasa angkutan. Kalau dulu dia menerima uang recehan dari pelanggannya. Sekarang dia menerima cek dari perusahaan sebagai pembayaran ban kankisir. Anak buahnya semakin bertambah.
Keadaan hidup si tukang tambal ban telah mapan. Dia bisa membeli rumah dan mobil. Setiap tahun zakat malnya dibagikan di kampung halamannya untuk orang-orang miskin dan yatim piatu. Bahkan dia telah berangkat haji bersama istrinya. Dengan kata lain, kini dia tukang tambal ban sudah berubah menjadi anak gedongan.
Demikian sebuah kisah yang luar biasa tentang seorang tukang tambal ban. Dari kisah ini kita bisa belajar tentang banyak hal, terutama tentang keutamaan sedekah. Siapa sangka seorang tukang tambal ban yang tadinya hanya buka lapak, kini jadi pengusaha yang besar dan mapan. Siapa sangka yang dulu sering dioprak-oprak karena dianggap mengganggu kenyamanan lingkungan, kini malah jadi mitra yang baik dengan aparat keamanan.
Semua itu bisa terjadi karena satu hal, rajin bersedekah. Inspirasi hidup yang didapatkan dari temannya benar-benar telah merubahnya dari orang jalanan menjadi orang gedongan, dari orang lapak di pinggir jalan menjadi pengusaha yang mapan. Kita pun bisa seperti itu. Syaratnya sederhana, rajinlah bersedekah! Tunggu saja, kesuksesan hidup akan menghampiri anda.
Oleh Eep Khunaefi
loading...
0 Response to "Kisah Sedekah Tukang Tambal Ban Menjadi Anak Gedongan"
Post a Comment